urbanfolknews.com Siapa sih, yang enggak tahu kisah Maling Kundang? Cerita anak durhaka yang dikutuk jadi batu ini udah mendarah daging di kepala generasi Indonesia. Bahkan jadi dongeng wajib sebelum tidur, yang isi moralnya: jangan kurang ajar sama emakmu.
Tapi, gimana kalau kisah klasik itu di-remix jadi horor psikologis tentang kutukan yang lebih relevan dari sekedar batu? Sesuatu yang kita kenal sebagai trauma lintas generasi.
Itu yang diulik lewat film Legenda Kelam Malin Kundang, yang diproduseri Joko Anwar. Film ini enggak lagi berhenti di pesan moral ‘anak durhaka jadi batu’, tapi mengajak penonton bertanya hal yang lebih dalam, yaitu apa luka generasi sebelumnya harus selalu diwarisi ke anak-cucucnya?
“Tema yang kami bawa adalah intergenerational trauma. Apakah sesuatu yang menjadi beban dari generasi sebelumnya harus tetap dirasakan oleh generasi penerus?” kata Joko Anwar, seperti dikutip dari Media Indonesia.
Kisah Maling Kundang dalam film ini juga tersusun rapi dalam latar modern. Alif (Rio Dewanto) bakal jadi pemeran utama. Ia adalah seniman micro painting yang kehilangan ingatan setelah kecelakaan.
Hidupnya mulai berubah ketika seorang perempuan datang dan mengaku sebagai ibunya. Dari situ, satu demi satu rahasia masa lalu terbuka, kayak luka lama yang enggak pernah sembuh.
Racikan misteri, drama psikologis dan sentuhan budaya, film ini enggak cuma menceritakan ulang dongeng lama. Legenda Kelam Maling Kundang membawa mitos klasik itu ke ranah baru, lebih gelap, lebih manusiawi, dan mungkin lebih bikin enggak nyaman.
Legenda Kelam Maling Kundang bakal tayang 27 November 2025. Siap-siap, si Malin enggak bakal dikutuk jadi batu, tapi sebagai refleksi trauma yang enggak pernah benar-benar hilang.
Penulis: Adya Shiva Az-Zahra
Editor: Ridho