urbanfolknews.com Apple baru saja meluncurkan iPhone 17 lewat event yang mereka kasih nama Awe Dropping. Kali ini, yang bikin heboh bukan cuma soal spek atau harga, tapi keputusan Apple buat merombak desain yang udah jadi ikon bertahun-bertahun.
Desain yang bikin nostalgia hilang
Pada varian anyar yang mereka sebut iPhone Air, Apple nekat bikin bodinya super tipis, 5,64 milimeter doang, dengan balutan titanium. Highlight kontrovesial justru ada di seri Pro. Kamera yang biasanya disusun diagonal rapi, sekarang jadi kamera plateau horizontal yang nyaris menutup separuh panggung. Netizen ada yang nyinyir; ‘kok malah mirip Android?’. Apple kayaknya sadar betul risiko ini. Mereka sampai geser posisi logo ke bawah biar enggak ketutup kamera atau MagSafe. Detail kecil ini, menunjukkan betapa keras kepala Apple soal estetika-meski harus kompromi.
Tapi masih ada kok, yang ‘Apple banget’
Di balik semua drama desain, ada pelbagai hal yang bikin Apple tetap Apple. Material mewah, ekosistem eksklusif, chipset terbaru, MagSafe yang makin mulus, plus ProMotion 120Hz yang akhirnya mampir ke seri reguler. Pokoknya enggak neko-neko. Kalau kamu tutup mata pas scroll timeline, tetap bisa nebak kalau itu iPhone.
Simbol kehedonan
Mari jujur, kalau iPhone bagi kamu adalah alat untuk flexing. iPhone 17 ini bukan sekedar alat komunikasi. Tapi tanda status sosial. Makanya, mesti banyak yang nyinyir soal ‘Android Vibes’ pada fitur terbaru iPhone ini, tetap aja antrean panjang bakal kelihatan di beberapa Apple Store terdekat.
Evolusi, bukan revolusi
Apple tahu betul segment market utamanya adalah millennial dan Gen Z. Generasi yang gampang bosan, kritis, tetapi enggak bisa nolak simbol status. Jadi, iPhone 17 bukan sekedar eksperimen desain, melainkan strategi adaptasi. Sebuah cara buat bilang: Apple berubah, namun tetap eksklusif.
Penulis: Adya Shiva Az-Zahra
Editor: Ridho